Politik dan Wanita

        Permasalahan tentang perempuan yang kini masih sering diperbincangkan adalah kesetaraan gender atau peran perempuan. Kata gender dapat diartikan sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat serta perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi yang berhubungan dengan jenis kelamin baik laki-laki dan wanita. Meski hingga kini budaya patriakri masih kental dikalangan masyarakat yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, serta hak sosial dan juga penguasaan properti.
        Kedatangan islam 15 abad silam dan diturunkannya Al-Qur`an secara otomatis menghapus berbagai macam diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Al-Qur`an memberikan hak-hak kepada wanita sebagaimana yang diberikan kepada laki-laki. Diantaranya dalam masalah kepemimpinan, Al-Qur`an memberikan hak kaum wanita untuk menjadi pemimpin sebagaimana hak yang diberikan kepada laki-laki. 
        Fenomena yang paling menarik dala konteks wacana gender di dalam sejarah islam, adalah munculnya tokoh wanita sebagai faktor pendukung utama dalam proses risalah. Adalah Siti Khadijah istri Nabi, kedudukannya teramat penting dalam sejarah Islam atas peran vitalnya dalam turut terlibat dalam proses Kenabian Muhammad. Kesaudagaran yang membuatnya sangat mandiri memungkinkan mampu mengatur kehidupan kontemplatik suamninya selama proses menjelang pewahyuan. Dalam perspektif ini khadijah layak bahkan seharusnya menjadi ikon dari seluruh isu kesetaraan gender dalam Islam.

Peran Wanita Dalam Politik
        Perlu diketahui bahwa peluang untuk meraih prestasi dan pengembangan diri tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita. Islam memberikan kesetaraan gender dan menegaskan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karir profesional tidak mesti dimonopoli atau di dominasi oleh jenis kelamin saja. Tidak ada halangan bagi wanita untuk bekerja di sektor publik dan di profesi apapun, jika ia tetap menjaga kesopanan dan melindungi kesuciannya. Namun, tidak lantas membuat wanita menjadi pemimpin dalam segala hal, laki-laki tetaplah menjadi pelindung bagi perempuan didalam kehidupan ini seperti halnya dalam sebuah rumah tangga tetap menjadikan kewajiban laki-laki sebagai pemimpin.
Sebelum adanya kesetaraan gender wanita tidak diperbolehkan menuntut ilmu, dengan alasan bahwa wanita pada akhirnya hanya akan mengerjakan tugas rumah tangga saja baik di dapur, kasur, dan sumur. Opini demikianlah yang harus dihilangkan dikalangan masyarakat karena tidak benar dan harus diketahui bahwa menuntut ilmu adalah perbuatan baik. Seperti yang kita ketahui bahwa “Al- ummu madrasatul ula, iza a`dadtaha a`dadta sya`ban thayyibal a`raq.” Yang artinya “Seorang Ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik”. seorang ibu yang cerdas dan berpendidikan juga akan melahirkan anak-anak yang cerdas, cerdas dalam artian mampu mengajarkan kehidupan yang baik dan menuntun anak berprilaku baik. dan semua itu ada ilmunya, tidak bisa serta merta berjalan apa adanya. Karena anak akan mencontoh segala hal dari lingkungan sekitarnya yang dimulai pertama dari keluarganya.
Berusaha untuk terus mencerdaskan diri dan mempersiapkan menjadi seorang ibu yang layak dijadikan madrasah utama bagi anak-anak kita kelak. Tidak peduli apakah berkarya diluar atau di rumah, semua wanita khususnya seorang ibu mempunyai tanggung jawab dan peran yang sama. Seperti yang Kartini katakan “Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita sepenuhnya”. Dan dengan adanya kemajuan zaman maka wanita dan laki-laki seharusnya dapat bekerjasama dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan kata lain, bahwa wanita perlu mendapat kesempatan untuk menunjukan kemampuannya dalam mengisi pembangunan sesuai dengan yang dicita-citakan bersama. 
Wanita Indonesia memiliki peranan dalam pembangunan di bidang politik, baik terlibat dalam kepartaian, legislatif, maupun dalam pemerintahan. Partisipasi dalam bidang politik tidaklah semata-mata hanya sekedar pelengkap saja melainkan harus berperan aktif di dalam pengambilan keputusan politik yang menyangkut kepentingan negara dan bangsa. Partisipasi wanita dalam bidang politik walaupun masih kurang nampaknya wanita telah berusaha ke arah yang lebih baik dengan mengelurakan peraturan yang mewajibkan setiap partai peserta pemilu yang dimulai dari tahun 2004 untuk memasukan anggota legislatif yang terpilih sebanyak 30% harus wanita.
        Di dalam negara yang berkembang seperti Indonesia, adanya partisipasi wanita yang lebih besar maka dianggap menjadi lebih baik. Tingginya tingkat parsitipasi wanita dapat ditunjukkan dalam mengikuti dan memahami masalah politik dan keterlibatannya dalam kegiatan-kegiatan politik tersebut.
Dengan demikian, bahwa partisipasi politik yang dapat dilakukan oleh wanita dapat melalui beberapa jalur, yang meliputi :
1. Bagi ibu rumah tangga yang tidak bekerja dapat berperan aktif di lingkungannya sendiri melalui berbagai kegiatan yang mendukung program pemerintah, seperti PKK, Posyandu, KB, dan lain-lain kegiatan yang menggerakan ibu-ibu ke arah kepentingan bersama. Begitu pula turut memberi penjelasan akan pentingnya menajadi pemilih dalam pemilu yang berlangsung lima tahun sekali guna melangsungkan kegiatan demokrasi dan kenegaraan.
2. Wanita yang menginginkan karier di bidang politik menjadi anggota partai politik yang sesuai dengan ideologinya, terutama dalam memperjuangkan kaum wanita, dan yang bersangkutan dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif untuk dipilih masyarakat pada saat dilaksanakannya pemilu.
3. Wanita yang memilih karier di eksekutif atau pemerintahan dapat menjalankan fungsi sesuai dengan kemampuan, latar belakang pendidikan dan beban tugas yang diberikan kepadanya dengan penuh rasa tanggung jawab, apalagi yang bersangkutan dituntut untuk memiliki keterampilan dan kemampuan memimpin, sehingga tidak tergantung pada laki-laki.
4. Wanita yang bekerja di Yudikatif atau berhubungan dengan hukum sebgaai pengacara, jaksa, hakim atau sebagai polisi penyidik perkara dapat bekerja dengan jujur dan adil demi tegaknya hukum itu sendiri, tanpa membedakan latar belakang agama, suku, budaya, daerah, pendidikan, golongan, dan lain-lain.

KESIMPULAN
Prestasi dan keterampilan yang tinggi ditunjukkan oleh kaum wanita telah berhasil membuktikan bahwa wanita memiliki banyak persamaan dengan laki-laki. Dengan kemampuang tersebut wanita dapat memiliki peran ganda, yaitu menjadi wanita sukses (wanita karier) tanpa meninggalkan kodrat sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawabnya. 
Kesejajaran antara wanita dengan laki-laki merupakan suatu usaha yang tidak sia-sia apabila wanita itu sendiri berusaha sesuai dengan kemampuannya, sehingga dengan kemampuan yang sama maka akan sanggup bersaing dikehidupan ini dengan kaum laki-laki sesuai dengan sifat kewanitaannya.

DAFTAR PUSTAKA
Yanggo, Huzaemah Tahido. (2016). Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hukum Islam, dalam Misykat Jurnal Ilmu-ilmu Al-Qur`an, Hadits, Syari`ah Tarbiyah, Volume 01. Nomer 01.
Gurniwan K.Pasya. Peranan Wanita dalam Kepemimpinan dan Politik. File.upi.edu > Jurnal_wanita
Raharjo, Arif Budi. Posisi Perempuan dalam Sejarah Pendidikan Islam. h.140

Komentar